
Teknologi kecerdasan buatan (AI) terus memunculkan inovasi yang mengundang pro dan kontra. Salah satu tren yang kini mencuri perhatian datang dari Rusia, kala keluarga mendiang prajurit menggunakan AI untuk memberi salam perpisahan terakhir. Pihak keluarga memanfaatkan AI untuk membuat video perpisahan dengan prajurit yang telah meninggal dunia dalam perang. Tren ini, meski menghadirkan penutupan emosional bagi sebagian orang, memicu perdebatan tentang etika dan dampak psikologis dari menghidupkan kembali orang yang telah meninggal secara digital. Mari kita telaah lebih dalam fenomena ini yang menggabungkan teknologi dan duka.
Teknologi AI untuk Menghidupkan Kenangan yang Telah Pergi
Beberapa keluarga di Rusia dilaporkan rela membayar antara $30 hingga $80 (sekitar Rp480 ribu–Rp1,3 juta) untuk membuat video memorial berbasis AI yang menampilkan kembali wajah dan suara mendiang prajurit. Dalam video tersebut, sosok yang dihidupkan secara digital, bisa tampak berjalan menaiki tangga menuju surga, memeluk keluarga, atau mencium pasangan mereka. Proses pembuatan video ini dilakukan dengan jaringan neural dan teknik pengeditan canggih, sehingga memungkinkan penciptaan momen pertemuan emosional dengan sosok yang telah tiada. Sebuah perusahaan mengiklankan jasanya di Telegram dengan slogan, “Kami menciptakan kembali momen reuni dan melepaskannya ke langit.” Hal ini menunjukkan bagaimana teknologi kecerdasan buatan dimanfaatkan untuk tujuan yang sangat personal dan emosional.
Dari Dukacita, Lahirnya Penutupan Emosional dengan Video Memorial AI
Bagi banyak keluarga, teknologi ini bukan sekadar hiburan, melainkan cara untuk mendapatkan penutupan emosional. Kisah Yelena Kirghizova, istri seorang perwira yang tubuhnya tak pernah ditemukan setelah tewas di medan perang, adalah contohnya. Ia menulis dalam obituari yang menyertai video AI tersebut, bahwa klip itu memberinya kedamaian karena bisa “bertemu” kembali dengan suaminya meski hanya secara digital. Masalah seperti ini memang kerap dialami oleh keluarga tentara Rusia. Mereka sering tidak menerima jasad anggota keluarganya karena kekacauan logistik dan kurangnya pelacakan tentara yang hilang. Dengan video perpisahan AI, keluarga dapat merasakan sedikit kelegaan dan penutupan atas kehilangan mereka.
Proyek Sosial "Final Meeting" dan Penyebarannya di Media Sosial
Fenomena ini kini menjadi bagian dari proyek sosial bernama "Final Meeting", yang populer di platform media sosial Rusia, VK (VKontakte). Video-video perpisahan tersebut telah menarik jutaan penonton, menandakan besarnya minat masyarakat terhadap cara baru dalam mengenang orang yang telah meninggal. Proyek ini menyediakan platform bagi keluarga untuk berbagi video memorial AI dan terhubung dengan orang lain yang mengalami kehilangan serupa. Popularitas "Final Meeting" menunjukkan adanya kebutuhan emosional yang mendalam untuk mengenang dan berinteraksi dengan orang yang telah meninggal, bahkan jika hanya melalui representasi digital yang dibuat oleh kecerdasan buatan.
Tren Kebangkitan Digital: Menyebar Hingga ke China
Tren ini bukan hanya terjadi di Rusia. Di China, praktik serupa sudah berkembang lebih pesat. Perusahaan, seperti Silicon Intelligence, bahkan menawarkan layanan animasi foto atau pembuatan video pendek berbasis AI yang menampilkan anggota keluarga yang sudah tiada, atau bahkan versi muda dari orang tua yang masih hidup. Di sana, permintaan terhadap “kebangkitan digital” ini terus meningkat. Banyak orang menggunakan layanan tersebut untuk membuat mosaik digital bergerak atau klip penghormatan sebagai bentuk pelestarian kenangan keluarga. Fenomena ini menunjukkan bahwa keinginan untuk mengenang dan "menghidupkan kembali" orang yang telah meninggal adalah universal, dan teknologi kecerdasan buatan menawarkan cara baru untuk mewujudkannya.
Lahirnya "Deadbots": Chatbot AI yang Meniru Sosok Mendiang
Lebih dari sekadar video, sebagian orang kini juga menciptakan chatbot atau avatar digital berdasarkan kepribadian orang yang telah meninggal. Chatbot tersebut dibuat dengan memanfaatkan rekaman suara, teks, serta riwayat percakapan dari almarhum, yang kemudian diolah menjadi AI interaktif. Fenomena ini oleh para ilmuwan disebut sebagai "deadbots", dan meskipun menawarkan kenyamanan emosional bagi sebagian orang, banyak pakar menilai tren ini dapat mengaburkan batas antara kehidupan dan kematian serta menimbulkan risiko etika baru di masa depan. Munculnya deadbots menandakan perkembangan lebih lanjut dari penggunaan kecerdasan buatan untuk mengenang orang yang telah meninggal, namun juga memicu pertanyaan tentang implikasi etis dan psikologis dari interaksi dengan representasi digital almarhum.
Antara Teknologi dan Nilai Kemanusiaan: Dilema Penggunaan AI untuk Kenangan
Kemunculan teknologi ini kembali menyoroti dilema besar dalam dunia AI, sejauh mana manusia seharusnya menggunakan teknologi untuk menghidupkan kembali kenangan yang telah hilang. Di satu sisi, AI dapat membantu keluarga mengatasi kehilangan dengan cara yang lebih personal. Namun di sisi lain, teknologi ini juga menimbulkan pertanyaan moral dan psikologis, yaitu apakah menghadirkan kembali orang yang telah meninggal secara digital benar-benar membantu proses berduka, atau justru memperpanjangnya? AI kini bukan hanya alat untuk menciptakan gambar atau teks, tetapi juga jembatan emosional antara yang hidup dan yang telah pergi. Meski menimbulkan pro-kontra, tren seperti "Final Meeting" dan "deadbots" menandai era baru di mana teknologi berperan dalam menghadapi kehilangan dan kematian. Sebuah kemajuan yang menyentuh sisi paling manusiawi dari kecerdasan buatan.